PSSI di Mata Anak Kecil

 

Foto : Arpan Rachman/Okezone.com
KEVIN (11) dkk harus menyerah. Timnya kalah tipis 3-5 dari Teten (12) cs. Setelah ngos-ngosan keluar keringat, sekuat tenaga mengejar si kulit bundar ke sana ke mari.

Satu jam lamanya mereka bertanding. Wajah-wajah bercahaya. Sorot mata yang berbinar. Kevin dan Teten seperti wujud kongkrit yang menggambarkan bait-bait puisi Khalil Gibran tentang anak panah pemilik masa depan.

Sabtu (2/7/2011) sore, Sekolah Sepakbola (SSB) Sarana Indah United berlaga lawan SSB Rajawali. Pertandingan bukan digelar di stadion yang megah. Cuma di tanah kosong milik pengembang di perumahan Sarana Indah di Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Letaknya di tepi jalan, tepat di ujung kelokan tanpa aspal.

Bermain di tanah lapang yang permukaan rumputnya tidak rata, kedua kesebelasan dengan terampilnya mengolah bola. Muncul semangat bertanding yang sungguh hebat untuk saling mengalahkan. “Ayo, kejar, tendang, ah tahan itu lawan,ya oper kawanmu bolanya!” Ramai juga mereka berteriak di tengah permainan.

“Bruum, brrumm!”

Di sela serunya permainan, terdengar bunyi menderu di udara. Apa yang terbang di langit itu kendaraan ya?
Memang. Sesekali pesawat terbang yang hendak mendarat di Bandar Udara Sultan Hasanuddin lewat di atas kepala mereka. Kecamatan Biringkanaya termasuk kawasan yang berada persis di bawah rute domestik lintasan burung besi menuju ke Makassar.

Kembali ke lapangan. Saudara-saudara…

Bola masih bergulir, lalu ditendang melambung. Kaki-kaki lincah sang bakat alam bergerak lari. Gawang yang diincar gol hanya terbuat dari dua tiang bambu yang di bagian atasnya dipasang palang melintang.

Saat berebut di muka gawang, dagu penjaga gawang SSB Sarana Indah United sempat terkena hantaman kaki dari penyerang lawan. Tubuh Zul sang kiper bergulung-gulung di rumput, wajahnya meringis kesakitan.

Tapi sejurus kemudian, tangannya berkibas ke udara menyuruh kawan-kawannya menjauh, tanda bahwa dia baik-baik saja. Isyarat itu juga ditujukan buat pelatihnya, Atma (45), yang saat itu jadi wasit. Kibasan tangan sang kiper menunjukkan dia masih siap bermain, tak mau diganti oleh penjaga gawang cadangan.

Apa nama organisasi sepakbola Indonesia?

Selesai bermain, Teten yang sosok tubuhnya paling kecil sendiri, menjawab, “PSSI.” Tapi dia tidak mengerti apa arti kongres. Kevin, lawan mainnya, ternyata juga tak dapat menjawab. Mereka berdua sama-sama menggelengkan kepala saat ditanya mengapa Ketua PSSI jadi posisi yang begitu diincar oleh oknum tokoh-tokoh ambisius yang membuat tubuh federasi sepakbola nasional jadi begitu semrawut kisruhnya.

“Banyak kepentingan politik yang masuk ke ranah olahraga, sehingga arena permainan yang seharusnya sportif ini jadi kotor bukan main,” jawab Atma, pelatih SSB Sarana Indah United, memberi pendapat sekaligus mengambil alih jawaban.

Atma, kolektor salah satu perusahaan pembiayaan, mantan pemain yang sempat ikut seleksi PSM Makassar seangkatan Bahar Muharam dan Anzar Razak, langsung meniup peluit panjang tanda babak kedua selesai.

Leave a Reply